CIENCIA, TECNOLOGIA Y FE
Judul diatas diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Iman. Ini menjadi tema utama Kongres Persatuan Para Dokter Katolik se-Amerika Latin di Buenos Aires pada tanggal 16-18 Oktober yang lalu. Yang mengikuti kongres dalam bahasa Spanyol ini adalah para dokter dari berbagai macam spesialisasi dari sekeliling Argentina, yaitu dari Chili, Colombia, Puerto Rico, Peru, Brazil, Paraguay, Mexico, bahkan ada juga yang datang dari Eropa/Spanyol.
EL CONSORCIO DE MEDICOS CATOLICOS, sebuah organisasi para dokter didirikan pada tahun 1929 dibawah naungan Gereja Katolik, dengan tegas mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan (khususnya sebagai dokter katolik) sejalan dengan peraturan-peraturan atau hukum yang sudah digariskan. Kongres ini diselenggarakan setiap 3 tahun secara bergiliran di antara anggotanya di belahan Amerika Selatan, dan tahun ini Argentina sebagai tuan rumah.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, yang menjadi tema utama adalah selalu mengingatkan pada IMAN Katolik yang sudah menjadi pegangan para dokter untuk menjalankan profesinya. Disadari bahwa Ilmu Pengetahuan tanpa Iman bisa berubah menjadi suatu kejahatan atau bahkan pembunuhan, sehingga dapat menghancurkan kehidupan manusia secara keseluruhan. Iman yang harus tumbuh kuat dalam diri pribadi seorang dokter, saat ini menghadapi berbagai macam cobaan/tantangan. Sulit dibayangkan kalau ada dokter yang tidak punya Iman, bagaimana sikapnya menghadapi orang yang seharusnya mendapat pertolongan, bagaimana sang dokter mengaplikasikan pengetahuan berdasarkan "sumpah"-nya.
Makna untuk "mencintai sesama manusia seperti dirimu sendiri" sering dianggap kurang relevan pada masa kini. Untuk itu Iman memang harus dipelihara dan ditumbuhsuburkan oleh situasi di sekelilingnya. Iman harus dipegang teguh, tidak boleh goyah menghadapi berbagai godaan duniawi.
Profesi seorang dokter yang selalu dihubungkan dengan "kemapanan" secara ekonomi dapat menjadi sumber atau penyebab dari lunturnya Iman yang tidak dipelihara dengan benar. Iman yang kuat yang menjadi dasar perbuatan pengabdian seorang dokter, hendaknya mendatangkan kebahagiaan batin yang tidak bisa diukur dengan materi.
Sesuai dengan bidangnya masing-masing, para dokter yang menjadi pembicara, memberikan banyak contoh dari berbagai kasus yang dihadapinya sehari-hari. Dan saat ini yang menjadi topik yang paling hangat dan ada di seluruh dunia adalah tentang Aborsi, Narkoba, AIDS/HIV, dan penyakit-penyakit epidemi seperti Swine Flu, Bird Flu dll. Potensi untuk saling menular dari berbagai macam penyakit tersebut semakin mudah, karena jarak dari satu negara ke negara yang lain sangat mudah dijangkau akibat kemajuan transportasi dan teknologi.
Sebagai dokter yang harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, berbagai macam cobaan saat ini semakin terasa sangat berat. Bagaimana memberi pendidikan sex kepada remaja, bagaimana mencegah pemikiran untuk hidup bebas, bagaimana untuk berperan sebagai orang tua, bukan sebagai "single parent" akibat tidak ada tali perkawinan yang sah menurut gereja, bagaimana melatih untuk mendengar hati nurani yang harus menjadi dasar adanya Iman. Dan masih banyak lagi tugas-tugas tambahan seorang dokter di luar bidang yang ditekuninya.
Dalam Kongres ini tampil juga berbagai pembicara dari berbagai disiplin ilmu lain untuk menunjang keberhasilan pengabdian seorang dokter, misalnya ilmu Sosiologi, Psikologi dan Antropologi, yang semuanya saling berhubungan karena membicarakan tentang kehidupan manusia sehari-hari.
Salah seorang Kordinator Penyelenggara Kongres ini adalah Prof. Maria Teres Narvaez Delmas yang mempunyai hubungan kerja sudah terjalin cukup lama dengan KBRI Buenos Aires. Ketika menceritakan maksud dan tujuan diadakan Kongres ini, dan mengetahui bahwa Ibu Herawaty Manurung adalah seorang Psikolog, maka diminta untuk mengisi satu sesi untuk menyampaikan sebuah makalah mengenai "Peranan Ilmu Psikologi di Indonesia" .
Tawaran ini merupakan suatu kesempatan untuk bisa membawa nama Indonesia semakin dikenal sebagai negara yang cukup maju dalam berbagai disiplin ilmu. Meski Ilmu Psikologi di Indonesia mempunyai akar dari Eropa, tetapi dalam perkembangannya Ilmu Psikologi diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi sosial budaya di Indonesia yang membedakannya dari negara lain, demikian antara lain diutarakan berdasarkan fakta dan penelitian yang dilakukan di Indonesia. Berbagai teori Ilmu Psikologi dari Barat, ada yang tidak bisa diterima seutuhnya, perlu diadaptasi dan diselaraskan dengan berbagai macam latar belakang kebudayaan di Indonesia.
Dan untuk menunjukkan bahwa negara Indonesia memang memiliki budaya beraneka ragam, maka putra/i dari KBRI juga tampil mengisi Acara pada Hari Sabtu siang di Aula Jerome Le Jeune disaksikan lebih dari 300 orang yang memberi tepuk tangan meriah menyaksikan penampilan tari-tarian yang sangat indah.
Bapak Sudiharto tampil memukau dengan "Tari Topeng", kemudian "Tari Rantak" oleh Martinus Manurung, Astrid, Cynthia, Sophia, Billy dan Rully. Dilengkapi dengan Santiago dan Ratna, maka lengkap lah rasa kagum dan tepuk tangan berkepanjangan melihat "Tari Saman" yang sungguh mempesona, karena gerakan tangan, pundak dan kepala yang sangat kompak mengikuti suara alunan para penari yang orisinal, tanpa iringan musik. Untuk sebagian besar masyarakat Argentina, khususnya para cendekiawan yang dalam kesehariannya bekerja di lingkungan Rumah Sakit, menyaksikan penampilan tari-tarian ini membawa suatu kesegaran, dan itu datangnya dari sekelompok masyarakat Indonesia yang tetap menjunjung budayanya meski berada jauh dari tanah air tercinta Indonesia.
EL CONSORCIO DE MEDICOS CATOLICOS, sebuah organisasi para dokter didirikan pada tahun 1929 dibawah naungan Gereja Katolik, dengan tegas mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan (khususnya sebagai dokter katolik) sejalan dengan peraturan-peraturan atau hukum yang sudah digariskan. Kongres ini diselenggarakan setiap 3 tahun secara bergiliran di antara anggotanya di belahan Amerika Selatan, dan tahun ini Argentina sebagai tuan rumah.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, yang menjadi tema utama adalah selalu mengingatkan pada IMAN Katolik yang sudah menjadi pegangan para dokter untuk menjalankan profesinya. Disadari bahwa Ilmu Pengetahuan tanpa Iman bisa berubah menjadi suatu kejahatan atau bahkan pembunuhan, sehingga dapat menghancurkan kehidupan manusia secara keseluruhan. Iman yang harus tumbuh kuat dalam diri pribadi seorang dokter, saat ini menghadapi berbagai macam cobaan/tantangan. Sulit dibayangkan kalau ada dokter yang tidak punya Iman, bagaimana sikapnya menghadapi orang yang seharusnya mendapat pertolongan, bagaimana sang dokter mengaplikasikan pengetahuan berdasarkan "sumpah"-nya.
Makna untuk "mencintai sesama manusia seperti dirimu sendiri" sering dianggap kurang relevan pada masa kini. Untuk itu Iman memang harus dipelihara dan ditumbuhsuburkan oleh situasi di sekelilingnya. Iman harus dipegang teguh, tidak boleh goyah menghadapi berbagai godaan duniawi.
Profesi seorang dokter yang selalu dihubungkan dengan "kemapanan" secara ekonomi dapat menjadi sumber atau penyebab dari lunturnya Iman yang tidak dipelihara dengan benar. Iman yang kuat yang menjadi dasar perbuatan pengabdian seorang dokter, hendaknya mendatangkan kebahagiaan batin yang tidak bisa diukur dengan materi.
Sesuai dengan bidangnya masing-masing, para dokter yang menjadi pembicara, memberikan banyak contoh dari berbagai kasus yang dihadapinya sehari-hari. Dan saat ini yang menjadi topik yang paling hangat dan ada di seluruh dunia adalah tentang Aborsi, Narkoba, AIDS/HIV, dan penyakit-penyakit epidemi seperti Swine Flu, Bird Flu dll. Potensi untuk saling menular dari berbagai macam penyakit tersebut semakin mudah, karena jarak dari satu negara ke negara yang lain sangat mudah dijangkau akibat kemajuan transportasi dan teknologi.
Sebagai dokter yang harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, berbagai macam cobaan saat ini semakin terasa sangat berat. Bagaimana memberi pendidikan sex kepada remaja, bagaimana mencegah pemikiran untuk hidup bebas, bagaimana untuk berperan sebagai orang tua, bukan sebagai "single parent" akibat tidak ada tali perkawinan yang sah menurut gereja, bagaimana melatih untuk mendengar hati nurani yang harus menjadi dasar adanya Iman. Dan masih banyak lagi tugas-tugas tambahan seorang dokter di luar bidang yang ditekuninya.
Dalam Kongres ini tampil juga berbagai pembicara dari berbagai disiplin ilmu lain untuk menunjang keberhasilan pengabdian seorang dokter, misalnya ilmu Sosiologi, Psikologi dan Antropologi, yang semuanya saling berhubungan karena membicarakan tentang kehidupan manusia sehari-hari.
Salah seorang Kordinator Penyelenggara Kongres ini adalah Prof. Maria Teres Narvaez Delmas yang mempunyai hubungan kerja sudah terjalin cukup lama dengan KBRI Buenos Aires. Ketika menceritakan maksud dan tujuan diadakan Kongres ini, dan mengetahui bahwa Ibu Herawaty Manurung adalah seorang Psikolog, maka diminta untuk mengisi satu sesi untuk menyampaikan sebuah makalah mengenai "Peranan Ilmu Psikologi di Indonesia" .
Tawaran ini merupakan suatu kesempatan untuk bisa membawa nama Indonesia semakin dikenal sebagai negara yang cukup maju dalam berbagai disiplin ilmu. Meski Ilmu Psikologi di Indonesia mempunyai akar dari Eropa, tetapi dalam perkembangannya Ilmu Psikologi diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi sosial budaya di Indonesia yang membedakannya dari negara lain, demikian antara lain diutarakan berdasarkan fakta dan penelitian yang dilakukan di Indonesia. Berbagai teori Ilmu Psikologi dari Barat, ada yang tidak bisa diterima seutuhnya, perlu diadaptasi dan diselaraskan dengan berbagai macam latar belakang kebudayaan di Indonesia.
Dan untuk menunjukkan bahwa negara Indonesia memang memiliki budaya beraneka ragam, maka putra/i dari KBRI juga tampil mengisi Acara pada Hari Sabtu siang di Aula Jerome Le Jeune disaksikan lebih dari 300 orang yang memberi tepuk tangan meriah menyaksikan penampilan tari-tarian yang sangat indah.
Bapak Sudiharto tampil memukau dengan "Tari Topeng", kemudian "Tari Rantak" oleh Martinus Manurung, Astrid, Cynthia, Sophia, Billy dan Rully. Dilengkapi dengan Santiago dan Ratna, maka lengkap lah rasa kagum dan tepuk tangan berkepanjangan melihat "Tari Saman" yang sungguh mempesona, karena gerakan tangan, pundak dan kepala yang sangat kompak mengikuti suara alunan para penari yang orisinal, tanpa iringan musik. Untuk sebagian besar masyarakat Argentina, khususnya para cendekiawan yang dalam kesehariannya bekerja di lingkungan Rumah Sakit, menyaksikan penampilan tari-tarian ini membawa suatu kesegaran, dan itu datangnya dari sekelompok masyarakat Indonesia yang tetap menjunjung budayanya meski berada jauh dari tanah air tercinta Indonesia.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home